Friday, December 28, 2007

Tahun 2010 Indonesia kehabisan guru

Tanggal: 04/11/2002
Tahun 2020 Indonesia Kehabisan Guru
Topik: Kebijakan Pendidikan

Artikel:

Hari-hari terakhir ini sedang gencar ditayangkan dua iklan layanan masyarakat di setasiun-stasiun televisi, baik TVRI maupun stasiun televisi swasta. Iklan yang satu berisi pesan tentang anak asuh dan yang lain melukiskan kekurangan guru di negeri kita tercinta ini. Walaupun hanya berdurasi beberapa detik, kedua iklan ini cukup mengundang perhatian, terutama iklan yang disebutkan terakhir.

Kekurangan guru. Sungguh sebuah realitas potret pendidikan kita (salah satu sisi) yang sangat menyedihkan. Betapa tidak, pendidikan adalah modal utama terciptanya kemajuan peradaban sebuah bangsa. Di pihak lain, guru sebagai tenaga profesional di bidang ini justru jumlahnya semakin langka.

Lalu, apa jadinya jika pada tahun-tahun mendatang tidak mudah dijumpai sosok guru? Barangkali Anda semua sudah tahu jawabannya. Sudah pasti peradapan kebudayaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini semakin parah daripada kondisi sekarang. Mengapa sampai terjadi kondisi seperti ini?

KILAS BALIK
Keadaan pendidikan seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya tentu tidak terjadi bagitu saja. Hal itu pasti ada pemicunya. Penyebab kekeurangan guru yang akan saya paparkan di sini bukan berasal dari hasil penelitian mendalam, tetapi sekadar pengamatan sekilas dan dugaan. Penyebab penurunan jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini guru, akhir-akhir adalah ditutupnya lembaga-lembaga pendidikan keguruan.




Pada paruh pertama tahun 1990-an semua Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Pendidikan Guru Agama (PGA) ditutup. Penutupan lembaga pendidikan tersebut beralasan bahwa jenjang pendidikan dasar sudah tidak layak lagi diajar oleh guru-guru tamatan SPG yang notabene hanya berjenjang pendidikan menengah. Sebagai gantinya dibukalah Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Selain itu, sebelum penutupan lembaga-lembaga pendidikan keguruan itu didahului dengan lahirnya sebuah kebijakan yang menetapkan bahwa lulusan SPG tidak otomatis atau langsung diangkat sebagai pegawai negeri, kecualai beberapa orang siswa berprestasi pada tiap angkatan. Akibatnya, banyak lulusan SPG yang beralih ke profesi lain, misalnya pekerja pabrik atau tambak. Fakta seperti ini sangat disayangkan karena para siswa SPG adalah siswa pilihan. Lulusan SLTP yang dapat diterima di SPG adalah siswa yang mempunyai NEM minimum 42,00 dan harus melalui ujian saringan yang bertahap-tahap. Hal itu menunjukkan bahwa yang dapat d iterima di SPG adalah manusia-manusia cerdas dan pilihan. Jadi, mereka sebenarnya adalah tenaga-tenaga potensial.

Berikutnya, menjelang akhir tahun 2000, semua IKIP di Indonesia berubah menjadi universitas meskipun masih ada beberapa STKIP dan FKIP di universitas-universitas. Perubahan status ini tentunya diikuti juga perubahan visi dan misi. Semula berstatus Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK)sebagai pencetak tenaga-tenaga pendidik profesional berubah menjadi universitas yang mencetak sarjana-sarjana ilmu murni. Barangkali kebijakan ini bertujuan untuk mencapai target sarjana-sarjana andal di bidang IPTEK dalam rangka menyongsong lahirnya Negara Indonesia sebagai negara maju berbasis teknologi. Obsesi seperti ini sangat bagus. Akan tetapi, penyakit latah bangsa Indonesia ini sukar sekali hilang. Artinya, pada waktu kibijakan perubahan status IKIP menjadi universitas itu disetujui, seharusnya beberapa IKIP di Jawa, Sumatera dan Sulawesi yang sudah berkualitas tetap dipertahankan. Dengan demikian, jumlah guru nantinya tetap tercukupi karena sampai kapan pun sektor pendidikan di sebu ah bangsa tidak akan ditutup. Hal itu berarti bahwa sampai kapan pun tenaga guru masih dibutuhkan.

APA SOLUSINYA
Kekurangan guru, seperti diilustrasikan dalam iklan layanan masyarakat di televisi, baru terjadi pada jenjang pendidikan dasar. Apabila diamati, fenomena ini cukup realistis menggingat penutupan SPG dan PGA sudah hampir sepuluh tahun yang lalu. Lulusan PGSD pun tidak semuanya dapat diterima sebagai pegawai negeri. Sementara itu, pada jenjang pendidikan menengah fenomena kekurangan guru masih belum terasakan. Hal itu wajar karena penutupan IKIP-IKIP baru dua tiga tahun terakhir. BISAKAH ANDA BAYANGKAN PADA TAHUN 2020 MENDATANG?

Untuk mengatasi persoalan kekurangan guru pada jenjang pendidikan dasar, barangkali buah pikiran saya ini dapat dijadikan bahan diskusi. Setelah kebijakan yang menghentikan pengangkatan tenaga guru sekolah dasar (SD), banyak lulusan SPG atau PGA beralih profesi ke bidang lain. Hal itu seharusnya tidak boleh terjadi mengingat mereka adalah tenaga-tenaga pilihan. Ditambah lagi oleh sistem penerimaan mahasiswa PGSD. Dari awal dibukanya, PGSD menerima mahasiswa dari lulusan SMA. Materi soal tesnya pun disesuaikan dengan standar pengajaran di SLTA umum. Tentu saja hal ini merupakan kendala bagi lulusan SPG atau PGA untuk bersaing dengan lulusan SMA karena materi yang diajarkan di SLTA umum dan kejuruan sudah barang tentu berbeda. Akhirnya, para lulusasan SPG jarang yang diterima.

Pada saat perekrutan mahasiswa PGSD seharusnya yang diutamakan terlebih dahulu adalah lulusan SPG atau PGA. Baru kemudian setelah semua lulusan SPG atau PGA ini sudah habis, perekrutan dibuka untuk lulusan SMA.

Akhirnya, untuk mengatasi persoalan kekurangan guru SD, mengapa tidak dicoba untuk memanggil kembali lulusan SPG dan PGA yang belum sempat diterima sebagai guru negeri? Beri mereka beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di PGSD atau STKIP. Setelah lulus langsung diangkat sebagai tenaga guru negeri.


Selengkapnya......

STATUS GUNUNG KELUD

Friday, 30 November 2007

Status Gunung Kelud Menjadi Waspada
Image
Terhitung mulai tanggal 29 Nopember 2007 pukul 18.00 wib. Status Gunung Kelud diturunkan dari Siaga (Level III) menjadi Waspada (Level II). Hal ini didasarkan pada surat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Nomor: 1898/45.03/BGV/2007 Perihal : Penurunan status Kegiatan Gunung Kelud dari status Siaga menjadi Waspada tertanggal 29 Nopember 2007.

Selengkapnya......

Indonesia Dilanda Bencana


Rabu, 26 Desember 2007, 18:59 WIB
SEJUMLAH DAERAH DILANDA BENCANA ALAM SAAT PERINGATAN TIGA TAHUN TSUNAMI

Jakarta--RRI-Online, Tepat di hari peringatan tiga tahun musibah gelombang tsunami, Rabu (26/12), bencana alam berupa banjir, gelombang pasang, dan tanah longsor, menerjang sejumlah daerah di Indonesia.
Laporan yang dihimpun dari berbagai daerah, Rabu (26/12), terlihat bahwa alam
sedang tidak bersahabat, meskipun dampaknya belum separah ketika terjadi tsunami di Aceh tiga tahun silam.
Daerah yang dilanda bencana alam banjir atau tanah longsor antara lain Karanganyar, Solo, Pekalongan (Jateng), Malang, Madiun, Trenggalek, Magetan (Jatim), Pesisir Selatan, kota Padang (Sumbar), dan daerah-daerah lainnya.

Total jumlah korban jiwa hingga berita ini diturunkan masih belum dapat dipastikan. Namun dari laporan sementara dikhawatirkan bisa mencapai ratusan orang.

Di Karanganyar, bencana alam tanah longsor terjadi di kecamatan Tawangmangu pada Rabu (26/12) dini hari. Hingga berita ini diturunkan, tercatat 71 orang tewas tertimbun tanah longsor. Korban tewas di sembilan lokasi yaitu di Jatiyoso 10 orang, Dukuh Ledoksari, Tawangmangu 37 orang, Ngargoyoso dua orang, Kerjo lima orang, Jenawi tiga orang, Jumapolo delapan orang Jaten seorang dan Karanganyar Kota dua orang. Sejumlah titik bencana tersebut memang merupakan daerah yang rawan terhadap longsor karena lokasinya di daerah perbukit
an.
Di Provinsi Jawa Tengah, bencana alam para Rabu ini bukan hanya terjadi Karanganyar, namun juga di kawasan lainnya seperti Solo, Pekalongan. Meluapnya sungai Bengawan Solo mengakibatkan meluap ribuan rumah di Solo dan di daerah Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Sragen terendam air.




Di Jawa Timur, hujan deras yang turun sejak Selasa malam selah mengakibatkan banjir di sejumlah kota. Sekitar 111 rumah warga di lima kelurahan terendam air luap
an Sungai Amprong. Kelurahan tersebut masing-masing Kelurahan Madyopuro, Lesanpuro, Kedung Kandang, Mergosono dan Kelurahan Kota Lama.
Salah seorang warga kelurahan Madyopuro Kota Malang, Sumardi, Rabu mengatakan, air yang masuk kerumahnya sejak pukul 23.00 WIB (Selasa,25/12), setelah itu surut. Namun pada Rabu dinihari pukul 04.30 WIB Sungai Amprong kembali meluap bahkan lebih besar.

"Rumah saya tinggal kelihatan atapnya saja. Saat banjir datang saya langsung lari menyelamatkan anak dan istri tanpa memikirkan isi rumah. Sehingga seluruh isi rumah hanyut dibawa air," katanya sambil menangis.

Banjir besar juga melanda kota Madiun sehingga kegiatan di kota tersebut hari Rabu lumpuh karena sebagian besar permukiman dan prasarana umum terendam air. Lalu lintas Kota Madium lumpuh, sementara jalur jalan masuk dan keluar kota tersebut juga terhambat.

Banjir di Madiun juga telah melumpuhkan 1.050 Satuan Sambungan Telepon (SST) dan 110 Satuan Sambungan Speedy (SSS).

Communication Manager Telkom Jatim, Djadi Soegiarto, di Surabaya, Rabu, memperkirakan, untuk menormalkan kembali saluran telepon dan Speedy yang lumpuh tersebut, dibutuhkan waktu sekitar dua hari. Kota-kota lainnya di Jatim yang dierjang banjir antara lain Ponorogo, Trenggalek, Ngawi, dan Pacitan.
Jumlah korban jiwa masih belum dipastikan, karena tim SAR tengah melakukan percarian dan pertolongan terhadap orang-oran gyang terjbat bencana banjir tersebut. Menurut informasi dari Ngawi, dilaporkan bahwa satu keluarga yaitu Sutrisno beserta istri dan dua anaknya tewas terkena longsor.

Di kabupaten itu, delapan kecamatan, yakni kecamatan Geneng, Karangjati, Padas, Kaseman, Ngawi, Paron, Mantingan dan Kwadungan. terendam banjir setinggi satu meter, akibat hujan deras yang menguyur sejak Selasa (25/12) hingga Rabu (26/12) pagi ini.
Peristiwa menyedihkan lainnya terjadi di Kabupaten Magetan, tepatnya di Desa Semen, Kecamatan Nguntorongadi, dimana sekitar 20 warga Magetan dinyatakan hilang hanyut terbawa air sungai setelah sebuah jembatan roboh.

Kasi Ketahanan dan Ketertiban (Tantib), Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kabupaten Magetan, Sudaryo, Rabu, di Magetan mengatakan kejadian tersebut berawal dari sejumlah warga yang melihat meluapnya air sungai di atas jembatan Damjati.

"Saat melihat air sungai meluap, tiba-tiba jembatan tersebut ambrol (runtuh, red) sehingga sejumlah warga jatuh ke dalam sungai dan terseret arus air," katanya.
Menurut dia, para warga beserta belasan sepeda motor miliknya yang juga ikut hanyut terbawa arus air sungai tersebut hingga saat ini belum ditemukan.
Di Sumatera Barat, banjir besar terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan. Lebih dari 5000 rumah terendam banjir hingga ketingian dua meter. Banjir tersebut akibat meluapnya sejumlah sungai yakni, Sungai Batang Tarusan, Batang Lumpo, dan Sungai Batang Kapas.

Akibatnya aktifitas di kawasan yang terendam banjir tersebut praktis lumpuh. Sejumlah desa hingga Rabu masih terisolasi. Beberapa hari sebelumnya warga di Pesisir Selatan sempat dicemaskan oleh isu datangnya bencana tsunami dan gempa besar. Ternyata mereka memang dilanda bencana, namun bukan tsunami tapi banjir.
Di ibukota Sumbar, Padang, yang berada di tepi Samudera Hindia, sejumlah permukinan terendam air akibat hujan dan gelombang pasang laut. Kecamatan Koto Tangah merupakan daerah terparah terkena banjir di kota Padang. Sebanyak 30 rumah di kecamatan tersebut dihantam gelombang pasang.

Di daerah lainnya, cuaca yang tidak bersahabat telah mengganggu transportasi di laut maupun sungai. Di Kalteng, Kapal Motor (KM) Karya Maju yang membawa penumpang sebanyak 20 orang, Rabu sekitar pukul 11:00 WIB, tenggelam di perairan Kuala Kapuas kabupaten Kapuas akibat dihantam ombak besar.
Beruntung peristiwa tersebut tidak jauh dari pelabuhan Kuala Kapuas sehingga penyelamatan dapat dilakukan. Dua orang masih dalam pecariran sedangkan 18 lainnya semata.

Dampak Ekonomi Selain jatuhnya korban Jiwa, bencana yang terjadi sepanjang Rabu ini dipastikan berdampak para perekonomian rakyat. Total puluhan ribuan hektare sawah di berbagai daerah terendam banjir. Misalnya yang terjadi di Madiun dan Padang. Para petani kini cemas mereka akan gagal panen.

Bagi warga pesisir yang sebagian besar sebagai nelayan, cuaca yang tidak bersahabat menyebabkan mereka tidak berani melaut.
"Saya sudah dua pekan tidak melaut karena cuaca tidak memungkinkan," katanya Murja`i (49) nelayan warga Desa Camplong, Sampang Madura .

Ia mengaku pernah memaksakan diri untuk melaut, tapi tidak mendapatkan ikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga merugi, sementara ketinggian ombak mencapai 1,5 meter.
Di kecamatan tersebut, sebagian besar nelayan memilih untuk tidak melaut karena risiko bahaya dan juga hasil tangkapan sangat minim saat ini.
Di Riau, banyaknya nelayan yang memilih tidak melaut dalam dua pekan terakhir ini, akibat gelombang besar, menyebabkan harga ikan melambung. Misalnya yang dijajakan di perumahan-perumahan kota Pekanbaru, harga ikan tenggiri naik dari Rp24.000/Kg menjadi Rp32.000/Kg, dan tongkol dari Rp20.000/Kg menjadi Rp30.000/Kg.

Cuaca buruk juga menyebabkan sejumlah perjalanan, khususnya pelayaran di laut, terganggu. Misalnya pelayaran kapal penumbang rute Batulicin (Kalsel) - Surabaya yang sementara harus menunda keberangkatannya, sementara KM Pertiwi yang sedang berlayar dari Samarinda menuju Jakarta nyaris tenggelam di perairan Rembang, laut Jawa. Namun untuk penyeberangan Selat Sunda dan Selat Bali, pengoperasian kapal feri masih tetap normal.


Selengkapnya......