Thursday, June 26, 2008

Dilema Presiden Menaikkan Harga BBM


Jakarta (ANTARA News) - Setelah banyak pernyataan dari berbagai pihak yang meminta pemerintah segera merespon perkembangan harga minyak dunia yang terus meroket dan berdampak besar terhadap perekonomian nasional, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menyampaikan tanggapan.

Dalam pidato selama 20 menit yang disiarkan di hampir semua televisi nasional Rabu (30/4) malam, Presiden mengakui secara jujur bahwa dirinya sedang menghadapi persoalan yang sangat berat akibat dua krisis yang melanda dunia saat ini yaitu tingginya harga minyak dan harga pangan.


Tingginya harga minyak dunia yang terus meroket hingga 120 dolar AS per barel, menurut Presiden telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap ekonomi nasional terutama akibat membengkaknya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Rp260 triliun pada APBN Perubahan 2008 dengan asumsi harga BBM 95 dolar AS per barel dari sebelumnya Rp45 triliun pada APBN 2008.

"Besarnya subsidi BBM memberikan persoalan pada APBN 2008 dan 2009. Untuk APBN kita bekerja keras mencari solusi mempertahankannya agar tetap sehat dan bisa digunakan untuk melanjutkan pembangunan. Kita akan melihat subsidi yang layak dengan melakukan penghematan belanja departemen dan jajaran pemerintahan lain," katanya.

Pernyataan presiden itu sedikit menjawab mengenai langkah yang akan ditempuh pemerintah dalam merespon beratnya dampak kenaikan harga minyak internasional terhadap APBN.

Publik setidaknya mengetahui bahwa pemerintah akan terus berusaha mengawasi besaran subsidi BBM pada APBN yang dapat membengkak jika harga minyak dunia semakin menjulang.

Namun, keinginan masyarakat untuk mengetahui apakah pemerintah akan menaikkan harga BBM tampaknya belum bisa terjawab. Tidak ada satu katapun dalam pidato presiden yang menyinggung soal kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Presiden hanya memaparkan kondisi beratnya persoalan yang muncul akibat krisis harga minyak dan harga pangan yang berdampak terhadap perekonomian nasional dan meminta pengertian dan dukungan rakyat terhadap upaya-upaya pencarian solusi yang sedang ditempuh pemerintah.

"Terus terang dan jujur saya katakan bahwa masalah yang kita hadapi tidak ringan, masalah yang cukup berat dan pemerintah sedang terus berupaya mencari solusi dengan harapan bisa mengurangi beban rakyat. Saya meminta pengertian dan dukungan rakyat agar kerja keras pemerintah mendapat hasil yang baik," katanya.

Apakah permintaan pengertian dan dukungan rakyat ini bisa diartikan bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi, belum bisa dipastikan.

Sejumlah menteri kabinet seperti Menkeu Sri Mulyani dan Meneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta bahkan membantah kalau pemerintah sudah mempunyai rencana untuk menaikkan harga BBM.

"Belum, kita belum ada pembicaraan kenaikan. Kita masih menunggu realisasi APBN sekali lagi sampai dengan kuartal kedua," kata Paskah.

Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengakui kalau pemerintah sudah melakukan kajian-kajian mengenai kenaikan harga BBM bersubsidi.

Menurut Purnomo, keputusan menaikan harga BBM bersubsidi merupakan opsi terakhir dari opsi-opsi lain yang akan dilakukan pemerintah seperti penghematan konsumsi BBM. Namun ia tidak menampik, usulan kenaikan harga BBM seperti dari Kadin menjadi salah satu kajian pemerintah dalam mengatasi lonjakan subsidi BBM.

Sebelumnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam berbagai kesempatan termasuk saat bertemu dengan Presiden Yudhoyono beberapa hari lalu, mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi antara 10-30 persen untuk mengurangi tekanan terhadap APBN yang dapat berdampak juga terhadap sektor dagang dan industri.

"Kami mengusulkan kalau dalam keadaan terus menerus seperti ini dengan kenaikan harga minyak secara global tidak bisa terkendali maka kami mengajukan opsi menaikkan harga BBM pada kisaran antara 10 persen hingga 30 persen," katanya.


BBM naik 28,7 persen

Dari Departemen Keuangan didapat informasi bahwa salah satu kajian pemerintah adalah menaikkan harga BBM bersubsidi rata-rata 28,7 persen pada Juni mendatang.

Kajian itu menyebutkan harga BBM jenis premium akan naik dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 per liter, solar naik dari Rp4.300 menjadi Rp5.500 per liter, dan minyak tanah naik dari Rp2.000 menjadi Rp2.300 per liter.

Kenaikan sebesar itu, akan memberi ruang fiskal yang cukup longgar bagi APBN sebesar Rp21,491 triliun serta menambah penghematan anggaran menjadi Rp25,877 triliun.

Dari penghematan anggaran akibat kenaikan harga BBM itu, pemerintah berencana sebagian besar Rp11,5 triliun akan dialokasikan untuk pemberian program Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 19,1 juta rumah tangga miskin (RTM) untuk periode Juni 2008-Mei 2009 sebesar Rp100.000 per masing-masing RTM.

Kenaikan harga itu, sudah memperhitungkan pertambahan laju inflasi pada 11,1 persen dan pertumbuhan ekonomi dijaga pada 6,4 persen, dengan rasio penduduk miskin menjadi 14,2 persen.

Rasio penduduk miskin 14,2 persen jauh lebih baik daripada kemungkinan 19,5 persen, jika pemerintah tidak melakukan apa-apa.

Dengan kenaikan tersebut, katanya, maka pendapatan negara dan hibah pada 2008 akan menjadi Rp936,3 triliun, sedangkan belanja negara sebesar Rp1.022,6 triliun, sehingga terjadi defisit Rp86,3 triliun atau 1,9 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto).

Pemerintah sebenarnya juga telah memperhitungkan dua opsi kebijakan lainnya, yaitu penerapan "smartcard" dan subsidi terbatas. Namun, berdasarkan perhitungan opsi kenaikan BBM lah yang paling layak dari sisi administrasi serta dampak ekonomi dan sosial.


Keputusan politik

Keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi dinilai beberapa kalangan memang paling efektif dan tepat untuk mengatasi masalah akibat kenaikan harga minyak dunia yang semakin menggila, sebab opsi lain yang pernah dicetuskan pemerintah seperti mengurangi konsumsi BBM dengan "smartcard" dinilai akan sangat merepotkan dan berbiaya besar.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menilai meski kebijakan kenaikan harga BBM tidak populis bagi masyarakat, tetapi hal itu mempunyai efek positif bagi kesinambungan perekonomian nasional.

Aviliani menjelaskan pemerintah akan sangat terbebani oleh subsidi bila tidak menaikkan harga BBM, dan berimbas pada sektor pembangunan lainnya.

"Tidak akan ada kegiatan ekonomi pada kegiatan infrastruktur. Program pengentasan kemiskinan tidak bisa dilakukan karena tidak ada anggaran yang cukup untuk itu, bila pemerintah tidak menaikkan harga BBM," katanya.

Selain itu, investor yang telah membeli dan yang tertarik akan membeli SUN dan ORI, bisa tidak percaya kepada pemerintah akan mampu membayar bila jatuh tempo pembayaran SUN dan ORI.

"Kalau investor (yang membeli SUN dan ORI) lepas, maka kita bisa krisis likuiditas," kata Aviliani.

Aviliani bisa memaklumi kemungkinan adanya penolakan dari masyarakat terhadap keputusan pemerintah menaikkan harga BBM mengingat daya beli masyarakat yang sedang tertekan akibat kenaikan berbagai harga panganan.

"Tetapi itu perlu dilakukan agar masyarakat timbul `sense of crisis` dari masalah harga minyak dunia ini," katanya.

Menteri ESDM dan Ketua Kadin sependapat bahwa keputusan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi ini berujung pada suatu keputusan politik mengingat hal ini merupakan keputusan yang sangat tidak pro-rakyat yang kehidupannya masih dan terus terpuruk pada saat ini.

Apalagi pemilu legislatif dan pemilihan presiden sudah di ambang mata. Keputusan menaikkan harga BBM tentunya akan mencoreng popularitas Presiden Yudhoyono di mata rakyat dan dapat mengurangi kesempatannya untuk kembali dipilih sebagai presiden periode mendatang.

Tetapi tidak menaikkan harga BBM dan mengatasinya dengan melakukan opsi-opsi lain yang dinilai tidak efektif tentu juga akan merugikan dan memberatkan kemampuan ekonomi nasional dalam mendorong pembangunan, yang juga dapat merusak citra kehebatan Presiden Yudhoyono dalam memimpin negara ini.

Tentu sangat berat dan menjadi pilihan yang sulit bagi Presiden Yudhoyono untuk memutuskan hal ini.

"Masalah kenaikan BBM Itu ujungnya keputusan politik. Untuk mengambil keputusan itu adalah tidak mudah," kata Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro.(*)
Oleh Dody Ardiansyah