Thursday, January 3, 2008

Benazir Bhutto, Perginya Seorang Wanita Tangguh


Lahir di tengah keluarga kaya di Pakistan pada 21 Juni 1953, Benazir Bhutto, terdidik sebagai wanita tangguh dan berambisi membangun karir di bidang politik. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Harvard dan Oxford pada 1977, dia masuk ke Partai Rakyat Pakistan dengan kekuatan nama ayahnya, Zulfikar Ali Bhutto.

Ayahnya yang pernah menjabat sebagai orang pertama di Pakistan, merupakan pendiri partai tersebut. Zulfikar juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Pakistan pada periode 1971-1977.

Pada saat pemilu pertama perdana menteri di 1988, Bhutto terjegal oleh kasus korupsi yang dilakukan oleh presiden setelahnya pada 1990. Namun, dia kembali berkuasa pada1993, setelah penggantinya, Nawaz Sharif, didesak mundur. Pada kepemimpinan keduanya sebagai PM Pakistan, langkah Bhutto tidak sesukses sebelumnya. Sharif kemudian kembali berkuasa pada 1996. Bahkan, pada 1999, Bhutto dan suaminya, Asif Ali Zardari, dihukum penjara selama 5 tahun.


Bhutto yang pernah menjadikan suaminya sebagai menteri keuangan periode 1993-1996 itu, pergi ke luar negeri dan memilih tidak kembali ke Pakistan. Pada 2006, Bhutto bergabung dengan Aliansi Untuk Pemulihan Demokrasi bersama mantan rivalnya, Sharif. Tapi ketidaksetujuannya atas strategi persetujuan antara Presiden Militer, Pervez Musharraf, membuat Bhutto memutuskan untuk berunding dengan Musharraf, meski Sharif tidak setuju.

Bhutto kembali ke Pakistan pada Oktober 2007. Kedatangannnya saat itu disambut dengan serangan bom bunuh diri saat menuju Karachi, tak lama setelah turun dari pesawat. Akibatnya, 139 pendukung dan pengawalnya meninggal.

Saat mendapat serangan tersebut, Bhutto semp[at mengirimkan surat berisi daftar panjang musuhnya kepada Presiden Pervez Musharraf. Bhutto menyebutkan tiga individu atau lebih yang harus diselidiki seandainya dia terbunuh. Selain itu, atas perkiraan Bhutto sendiri, tidak kurang dari empat kelompok berbeda menginginkan kematiannya saat kembali ke Pakistan (Times Online, 20/10).

Satu kelompok bunuh diri dari elemen Taliban, satu kelompok dari Al Qaeda, satu kelompok dari Taliban Pakistan, dan satu kelompok dari Karachi. Hal itu terkait dengan pernyataan Bhutto yang akan mengizinkan pasukan Amerika berperang di Pakistan jika situasi di wilayah suku-suku di perbatasan Pakistan-Afganistan makin memburuk. Dukungan terhadap AS dianggap sebagai posisi tidak populer di Pakistan.

Sebelumnya kematiannya, Bhutto memang telah menerima ancaman pada Selasa (23/12) lalu. Namun ia menyatakan akan tetap mengadakan rangkaian kampanye ke berbagai daerah di Pakistan. Partai Rakyat Pakistan memutuskan akan memakai strategi "menjemput bola", begitu dalihnya.

Lima hari setelah ledakan bom di Karachi, Partai Rakyat Pakistan yang dipimpin Bhutto sempat memutuskan akan menghindari kampanye atau rapat akbar yang dapat menarik massa. Mereka khawatir akan kembali terjadi ledakan bom bunuh diri. Namun, partai telah memutuskan lain.

"Sesuai keputusan dari partai, saya akan berkampanye dalam beberapa hari mendatang. Mulai dari Karachi, Lahore, atau Larkana (daerah kelahiran Bhutto) ke Islamabad. Kami memakai cara ’jemput bola’ calon pemilih ke provinsi lain," kata Bhutto kala itu.

Keputusan tetap berkampanye keliling Pakistan itu seakan tidak memedulikan ancaman serangan terhadap Bhutto. Surat ancaman berbahasa Urdu itu menyatakan akan membunuh Bhutto ’di mana pun dan kapan pun ada kesempatan’. Surat yang ditandatangani pemimpin serangan ledakan bom bunuh diri dan teman Al Qaeda dan Osama bin Laden. Saat ini ancama tersebut menjadi kenyataan dan Bhutto pun tewas.